Currently Empty: $0.00

Dakwah dalam Islam bukan hanya sekadar tugas, tetapi juga merupakan jalan hidup yang menghubungkan seorang Muslim dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dengan prinsip-prinsip kebaikan dalam agama. Allah ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an, “Katakanlah, Inilah jalanku; aku menyeru kepada Allah di atas landasan ilmu yang nyata, inilah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku…” (QS. Yusuf: 108). Dari ayat ini, kita memahami bahwa dakwah adalah inti dari perjalanan hidup Rasulullah dan para pengikutnya. Mengajak orang lain untuk mentauhidkan Allah adalah bagian tak terpisahkan dari tugas seorang Muslim. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengingatkan kita melalui kitabnya Kitab Tauhid, bahwa dakwah merupakan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para pengikut setianya, yang senantiasa menyeru umat manusia untuk kembali kepada kebenaran dan keesaan Allah.
Lebih jauh lagi, dakwah adalah ciri khas orang-orang yang beruntung. Allah ta’ala berfirman dalam QS. Ali ‘Imran: 104, “Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf, dan melarang yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebaikan di sini adalah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sebuah tugas yang sangat mulia yang menyelamatkan umat dari kesesatan. Bahkan, Rasulullah mengingatkan melalui sabdanya, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Benar-benar kalian harus memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, atau Allah akan mengirimkan hukuman dari sisi-Nya.” (HR. Ahmad, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Tak hanya itu, dakwah juga merupakan ciri umat terbaik yang dikeluarkan bagi umat manusia. Dalam QS. Ali ‘Imran: 110, Allah ta’ala berfirman, “Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi umat manusia, kalian perintahkan yang ma’ruf dan kalian larang yang mungkar, dan kalian pun beriman kepada Allah.” Ibnu Katsir mengungkapkan bahwa umat Islam, pada dasarnya, adalah umat terbaik sepanjang zaman, sepanjang mereka tetap teguh dalam menjalankan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Tugas ini adalah bagian dari identitas umat Islam yang tidak boleh dipisahkan dari prinsip hidup mereka.
Dakwah juga menjadi sikap hidup orang yang beriman. Allah ta’ala berfirman dalam QS. At-Taubah: 71, “Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar…” Ini menunjukkan bahwa dakwah bukan hanya tugas individu, tetapi merupakan tanggung jawab bersama. Bahkan, berbeda dengan orang-orang munafiq yang justru memerintahkan kemungkaran dan melarang kebaikan, orang yang beriman akan senantiasa mendakwahkan kebenaran, meskipun itu sulit dilakukan.
Namun, jika umat Islam meninggalkan dakwah, maka mereka akan menghadapi petaka. Allah ta’ala menyebutkan dalam QS. Al-Ma’idah: 78-79, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Isra’il melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu dikarenakan kemaksiatan mereka dan perbuatan mereka yang selalu melampaui batas. Mereka tidak melarang kemungkaran yang dilakukan oleh sebagian di antara mereka, amat buruk perbuatan yang mereka lakukan itu.” Syaikh As-Sa’di menjelaskan bahwa diamnya umat terhadap kemungkaran merupakan bentuk pelecehan terhadap perintah Allah dan akan menyebabkan kerusakan sosial yang semakin meluas.
Namun, dakwah yang tulus akan mendapatkan pertolongan dari Allah. Dalam QS. Al-Hajj: 40-41, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah akan menolong orang yang membela agama-Nya… Mereka itu adalah orang-orang yang apabila Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang ma’ruf, dan melarang yang mungkar.” Ayat ini menegaskan bahwa dakwah yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh pengorbanan akan mendatangkan pertolongan Allah yang nyata.
Selain itu, dakwah juga merupakan bentuk bakti seorang anak kepada orang tuanya. Dalam QS. Luqman: 17, Luqman memberi nasihat kepada anaknya, “Hai anakku, dirikanlah shalat, perintahkanlah yang ma’ruf, cegahlah dari yang mungkar, dan bersabarlah atas musibah yang menimpamu. Sesungguhnya hal itu termasuk perkara yang diwajibkan oleh Allah.” Bahkan Nabi Ibrahim pun berdakwah kepada ayahnya, dengan sabar mengingatkan dan mengajak ayahnya untuk meninggalkan penyembahan terhadap berhala. Ini menunjukkan bahwa dakwah dimulai dari keluarga, dan menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk memberikan nasihat kebaikan kepada orang terdekat.
Dakwah juga menjadi alasan bagi seorang hamba di hadapan Rabb-nya. Allah berfirman dalam QS. Al-A’raaf: 164, “Mengapa kalian tetap menasihati suatu kaum yang akan Allah binasakan atau Allah akan mengazab mereka dengan siksaan yang amat keras?” Mereka menjawab, “Agar ini menjadi alasan bagi kami di hadapan Rabb kalian…” Dalam penjelasan Syaikh As-Sa’di, dakwah ini bukan hanya untuk menyelamatkan orang lain, tetapi juga sebagai bentuk pengingkaran terhadap kemungkaran yang terjadi, yang menjadi alasan bagi seorang hamba di hadapan Allah agar tidak terhukum.
Terakhir, dakwah merupakan tali pemersatu umat. Allah ta’ala berfirman dalam QS. Ali ‘Imran: 105, “Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah keterangan-keterangan datang kepada mereka.” Syaikh Ibnu Utsaimin menyebutkan bahwa tanpa amar ma’ruf dan nahi mungkar, umat Islam akan terpecah belah, kehilangan arah, dan terjebak dalam kesombongan golongan masing-masing.
Dakwah, sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan seorang Muslim, adalah kewajiban yang harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan. Ia merupakan jalan hidup yang menyatukan umat, mendatangkan pertolongan Allah, dan menjadi sebab keberuntungan bagi orang-orang yang melaksanakannya dengan ikhlas. Semoga setiap Muslim selalu diberi kekuatan untuk menjalankan tugas mulia ini dengan penuh komitmen dan keikhlasan, demi kebaikan umat dan rahmat Allah di dunia dan akhirat.